gambar jalan


Office Only

Office Only

UNITEAK INDONESIA

Dari KLATEN menyapa Dunia
Uniteak adalah Icon anda dalam berbelanja furniture di Klaten
Bergabunglah bersama kami untuk mendapatkan penawaran menarik dari team ahli kami yang berpengalaman
Kami berikan konsultasi design dengan cuma-cuma untuk kepuasan anda.

Senin, 12 Juli 2010

SELAMAT DAN SUKSES MUKTAMAR PELAJAR ISLAM INDONESIA KE-27

Omzet Pengusaha Mebel Klaten Naik 50 Persen


ANTARA - Omzet para pengusaha mebel dan kerajinan di Desa Jambu Kulon, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, enam bulan terakhir ini meningkat antara 40-50 persen dibandingkan hasil penjualan pada periode sama tahun lalu.

"Secara umum, grafik penjualan kami terus mengalami peningkatan, terutama sejak enam bulan terakhir," kata Udin, Sekretaris "Suparno Bamboo, Art, and Antique Furniture", di Klaten, Selasa.

Ia mengaku omzet penjualan mebel di perusahaan tersebut mencapai Rp750 juta hingga saat ini. Padahal omzet yang diperoleh pada tahun lalu hanya sekitar Rp400 juta.

"Kenaikan omzet ini didorong permintaan pasar mancanegara yang lebih menyukai produk-produk mebel kami, terutama yang terbuat dari bambu. Produk yang paling laris adalah rumah bambu," katanya.

Suparno yang mengaku pihaknya adalah pelopor pembuat rumah bambu di daerah Klaten, namun saat ini sudah mulai banyak pengrajin yang mengikuti jejaknya untuk membuat rumah bambu.

Karena itu, kata dia, produk bambu yang dibuat para pengrajin Desa Jambu Kulon, Klaten lebih diminati daripada produk mancanegara, termasuk China, sebab produk buatan pengrajin lokal memiliki keunikan tersendiri dalam hal desain.

"Kami menggunakan jenis bambu ori, karena lebih kuat dan bentuknya memang melengkung secara alami. Kekhasan tersebut tidak didapati produk rumah bambu produksi negara lain yang kebanyakan berbentuk lurus," katanya.

Hal senada juga diungkapkan pemilik "Winarto Handicraft and Furniture", Winarto, rumah bambu atau biasa disebut "gazebo" tengah diminati pasar ekspor, terutama Australia, Korea, dan Prancis.

"Rumah bambu buatan kami unggul dalam desain dan keawetan produk karena rata-rata sanggup bertahan hingga lima tahun, bahkan bisa sampai delapan tahun jika ditempatkan di dalam ruangan," katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga bersedia menerima pesanan dengan desain sesuai keinginan konsumen, baik untuk partai besar maupun kecil, dan waktu pengerjaaannya juga tergolong cepat.

"Kami mampu menghasilkan rumah bambu rata-rata sebanyak 40-50 unit per bulan dengan bantuan karyawan berjumlah 50 orang," kata pengusaha yang telah menggeluti bidang itu selama 10 tahun belakangan ini.

Dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan itu, kata Winarto, banyak permintaan yang mengalir hingga konsumen mancanegara, yang menginginkan hasil serba cepat, tepat, dan tanpa mengurangi kualitas produk.

(pso-198) s

Sabtu, 10 Juli 2010

Peta Industri Furniture Indonesia


Berbagai langkah pergerakan menuju dunia yang hijau, ternyata tidak hanya digaungkan di tiap negara, Lembaga Swadaya Masyarakat, Non Goverment Organization (NGO) saja, pun merambah ke dunia industri. Terutama yang terkait dengan hasil budidaya hutan. Sebut saja wood working, yang didalamnya bernaung sebuah industri besar yang bernama furniutre. Industri ini pun secara pelak mendapat perhatian dari kalangan aktivis penggerak penghijau di belahan dunia. Maklum saja, karena industri ini berbasis bahan baku dari hutan. Dan Indonesia, termasuk salah satu pelaku industri furniture terbesar di dunia.

mice_5.jpgBerlangsungnya UN Climate Change Conference 2007 di Bali, bukan tidak mungkin pula didasari karena Indonesia salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia. Dari sinilah, peta industri furniture Indonesia menabuhkan genderang green forest, untuk menampik stigma negatif atas bahan baku furniture Indonesia yang dianggap illegal oleh pasar dunia. Stigma tersebut menurut ketua Asosiasi Meubel Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono memiliki dampak yang negatif pula di pasar dunia. Padahal menurutnya, seluruh anggota Asmindo menggunakan bahan baku yang legal, bukan seperti yang mereka apriorikan. Bahkan Asmindo sangat mendukung program penghijauan hutan, bila perlu pelaku illega logging dihukum seberat-beratnya.

Meski ditengah-tengah isu negatif tersebut, justru grafik nilai ekspor furniture Indonesia per september 2006-2007 beranjak naik dengan kisaran 10-13,5 persen atau setara dengan US$ 1,5-2 miliar di pasar dunia. Indikasi naiknya volume ekspor furniture Indonesia, tidak lepas dari upaya membangun brand image tentang bahan baku yang legal dan peduli penghijauan. “Kita berusaha menegaskan pada dunia, melalui NGO-NGO atau LSM yang berbicara tentang penghijauan. Bahwa furniture Indonesia itu legal,” ungkap Ambar Polah sapaan akrabnya.

Peta Ekspor Furniture

Nilai ekspor tersebut merupakan langkah awal untuk kembali menembus peta ekspor baru yang berada di kawasan Midle East, China dan Eropa Timur. Saat ini, peta ekspor industri furniture Indonesia menyasar pasar Amerika, dan Jepang. Dikalangan ekportir furniture, Amerika dan Jepang tergolong pasar ekspor tradisional. Dibidiknya kawasan Midle East, China, dan Eropa Timur dalam peta ekspor furniture Indonesia, tidak lepas dari isu resesi ekonomi yang terjadi di Amerika dan memanfaatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Midle East.

Pada press conference untuk event Indonesia Furniture and Craft Fair Indonesia 2008 (IFFINA) Bacrul Khoiri, ketua Badan Pengembangan Ekspor Nasional mengatakan, Pasar utama furniture Indonesia ini memang Amerika. Tetapi saat ini, pasar Amerika sedang lemah, semenjak kena krisis subprime mortgage yang bergerak dibidang kredit perumahan. “Ini jelas artinya, di Amerika pertumbuhannya untuk sementara akan stag. Maka tidak ada jalan lain kita harus melakukan diversifikasi.” Ucap Bachrul. Bahkan menurut Ambar, situasi ini pun berlanjut ke pasar Jepang. Lemahnya ekspor furniture di Jepang lebih disebabkan pada tingkat daya beli dan ekonomi Jepang yang melorot.

Diakui oleh Ambar, bahwa pangsa pasar Midle East belum digarap secara maksimal. Hal ini terjadi, karena harga dan daya tawar pasar Midle East sangat rendah. Oleh karenanya, Ambar yang juga menjabat sebagai wakil ketua Kamar Dagang dan Industri (kadin) untuk wilayah Midle East, akan berusaha mendrive paradigma pasar disana, dengan cara menjadikan furniture sebagai benda yang memiliki prestise dan life style yang tinggi.

Dilain sisi, Ambar melihat peluang industri ini untuk bergerak disana masih sangat besar, contohnya negara Dubay. Negara ini pergerakan ekonominya sedang merangkak naik, buktinya pembangunan di sektor apartemen dan kondominium sedang bergairah. “Ini peluang yang harus ditangkap. Kita akan berusaha mengadakan business meeting dengan mereka, dengan bantuan keduataan yang ada disana,” tambahnya.

Ambar kembali menambahkan, bahwa negara China pun memiliki potensi untuk dijadikan sebagai ladang ekspor furniture Indonesia. Dengan ditariknya kebijakan subsidi disektor furniture seperti pajak bahan baku dan upah buruh yang kian tinggi, menjadikan harga furniture di China mahal. Ini kesempatan bagi pelaku furniture Indonesia untuk menguasai pasar di China, sebelum furniture negara lain yang masuk. “Furniture dari Indonesia berupaya memasang target sekitar 5 persen dari 7 persen target ekspor kita disana. Target ini bisa dipenuhi dari pasar China seperti Sensen, Sanghai, dan Beijing,” ungkap Ambar.

Regulasi Pemerintah

Berbicara tentang regulasi peta ekspor furniture di Indonesia ternyata cukup menarik, untuk dijadikan sebagai bahan pembelajaran para pelaku industrinya. Dalam beberapa hal, pemerintah memang memberikan wewenang pada Asosiasinya. Akan tetapi, pada kenyataannya, wewenang tersebut belum bersentuhan secara langsung. Paling tidak, ada beberapa faktor kendala ekspor yang harus terus dibenahi, diantaranya kebijakan pajak untuk mengambil barang sample, kebijakan yang bank able, dan ekspor bahan baku.

Regulasi pajak pengambilan barang sample ekspor oleh kalangan industri furniture memang sedikit menganggu. Pasalnya, pajak untuk kasus ini sangat besar dan termasuk pada golongan pajak barang mewah. “Ketika barang sample dari luar negeri diambil kembali akan dikenai pajak barang mewah, yang besaranya antara 50-70 persen. Ini kan mahal sekali. Seharusnya kan dibebaskan saja,” harap Ambar.

Pada sisi lain, Ambar pun mengharapkan, agar beberapa kebijakan baru yang akan dikeluarkan oleh pemerintah harus mengacu pada perbankan. Pasalnya, untuk mencairkan Letter of Credit (LC) exit saja memakan waktu yang lama. Sedangkan pelaku industri furniture Indonesia hampir 80 persen tergolong dari sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Yang artinya pelaku industri ini, membutuhkan dana tunai untuk keberlangsungan biaya produksi dan perkembangan bisnisnya.

Untuk bahan baku furniture saat ini hanya baru terjadi di ranah industri furniture rotan. Dulu, pemerintahn mengeluarkan kebijakan ekspor bahan baku rotan secara bebas, akibatnya pelaku furniture rotan banyak yang gulung tikar, terutama di Cirebon. Akan tetapi saat ini, pemerintah telah menetapkan bahan baku rotan yang hanya tidak dipergunakan baru di ekspor. “Kran ekspor bahan baku rotan sudah diperkecil, karena hanya bahan baku yang tidak digunakan yang di ekspor. Jadi dengan demikian industri tersebut bisa berjalan” terangnya.

Sebenarnya, kebijakan ini pun berpotensi menimbulkan masalah lagi bagi pelaku industri furniture Indonesia. Pasalnya, bahan baku yang tidak bisa digunakan di indonesia, ternyata disana bisa di produksi. Kalau ini benar bisa terjadi, berarti pelaku bisnis furniture Indonesia harus bisa belajar dari negara tujuan ekspor tersebut. “Meski demikian, saya menilai sebenarnya pemerintah pun sudah berbenah, dan hasilnya sudah cukup bagus. Buktinya, infrastruktur sudah mulai berjalan, pungli pun sudah berkurang. Bea pajak barang sample pun sudah selesai, hanya tinggal dituangkan dalam bentuk aturan tertulis,” jelasnya.

Mengurai peta ekspor furniture Indonesia memang terkesan rumit dan kusut, akan tetapi hal-hal tersebut bukanlah suatu yang nisbi untuk dipertemukan jalan tengahnya antara pelaku industri dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Bahkan Ambar sebagai ketua Asmindo, secara pribadipun mengatakan, sudah saatnya baik pemerintah atau pun pelaku industri untuk saling duduk bersama, untuk mencari solusi atas apa yang terjadi di industri ini.

“Terlebih lagi kalau berbicara soal ekspor, harus ada pemerintah, pihak perbankan, duta besar atase perdagangan luar negeri dan pelaku industri itu sendiri. Sebab Bagaimana pun pertumbuhan nilai ekspor furniture kita tergantung dari kerjasama mereka,” sebut Ambar Tjahyono.

Ditulis dalam Tak Berkategori | Tag: HandyCraft

Jumat, 09 Juli 2010

Furniture Indonesia Diminati Pasar Timur Tengah


Produk furniture Indonesia semakin banyak diminati oleh para pengusaha Timur Tengah, termasuk Pakistan, Asia Timur dan Afrika. Hal ini terlihat dari nilai transaksi yang diperoleh pengusaha Indonesia sebesar US$ 383,289 atau setara dengan Rp 3,6 milyar hingga hari ke-2 pelaksanaan Pameran The 19th Middle East International Furniture and Interior Design Exhibition (INDEX) 2009 yang berlangsung pada 14-17 November 2009 di Dubai World Trade Centre. “Furniture Indonesia memiliki kelebihan pada kualitas kayu dan keunikannya. Hal ini tidak mengherankan karena furniture kayu dari Indonesia terkenal dengan model yang indah dan khas. Kami berharap sampai akhir pelaksanaan pameran, terjadi peningkatan transaksi dan order dari buyer potensial sehingga mampu meningkatkan nilai ekspor furniture (home dan interior decoration) Indonesia dari tahun sebelumnya,” kata Kepala BPEN, Hesti Indah Kresnarini. Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) Departemen Perdagangan mengkoordinir keikutsertaan Indonesia yang keenam kalinya pada Pameran INDEX 2009 ini. Pavilion Indonesia terdapat di Hall I Sheikh Al Rashid seluas 489 m2 yang diisi oleh 21 perusahaan yang dikoordinir oleh BPEN termasuk 7 perusahaan binaan instansi pemerintah yaitu 1 perusahaan binaan Departemen Perindustrian, 2 perusahaan binaan Disperindag Jawa Barat, 1 perusahaan binaan Disperindag Provinsi Banten dan 3 perusahaan binaan Disperindag Kota Surabaya, serta terdapat juga dua perusahaan Indonesia yang ikut berpartisipasi secara mandiri yaitu PT. Ateja dan PT. Sinar Intercontinental. Pameran seluas 23.000 m2 ini diikuti oleh lebih dari 1750 peserta dari mancanegara termasuk didalamnya negara-negara pesaing dari Asia lainnya, seperti Malaysia, Taiwan, Vietnam dan RRT. Pameran ini diperkirakan dikunjungi lebih dari 10.000 buyer dari mancanegara. Pameran INDEX 2009 dibuka secara resmi oleh Pangeran Dubai Persatuan Emirat Arab, Shaikh Hamdan bin Muhammed bin Rashid Al Maktoum dan dihadiri pula oleh Kepala ITPC Dubai, Husin Bagis. Saat memantau stand dari Indonesia, Shaikh Hamdan mendapatkan penjelasan sekilas tentang berbagai produk Indonesia dari Kepala ITPC Dubai. Sumber: DepDag Kredit Foto: indonesiateakfurniture